Artikel

Pahlawan yang Nyata Aksinya, Tanpa Pamrih Jasanya

Selamat Ulang Tahun Yang Ke-39 Abi Tubagus Aby Amri Hakim, M. Ed.

Halo sobat literasi yang dirahmati Allah. Semoga selalu dalam keadaan sehat walafiat dan dalam lindungan Allah SWT. Kenduri Cinta dalam simpul Maiyah bersama Cak Nun semalam tidak menyisakan apa-apa kecuali ilmu tentang kehidupan yang berharga. Nilai keberhargaannya seperti mutiara yang tersimpan diantara keruh pasir dasar laut. Sama seperti Maiyah ini, diantara kebulan asap tembakau yang dibakar (dilihat dari langit) ada semacam secercah cahaya keilmuan yang benar-benar tidak terkontaminasi oleh gas karbon yang berterbangan mengangkasa. Mungkin karena kata-kata yang membahasakan khazanah keilmuan itu terlahir dari hati yang tulus. Bagi kami masyarakat Maiyah, ini merupakan kampus kedua dalam koridor Universitas Kehidupan setelah kampus-kampus kami yang kuliah.

Sekilas tentang manusia. Bertepatan dengan judul pembahasan kemarin, ‘Manusia yang Mana Kamu?’. Bahwa manusia terlahir atas beberapa kategori yang menghiasi dirinya dengan latar belakang masing-masing individu. Untuk menentukan seperti yang mana kategori manusia yang ia jalani. Setidaknya ada tiga. Yakni; Manusia Nilai, Manusia Pasar, Manusia Istana. Halo sobat literasi yang dirahmati Allah. Semoga selalu dalam keadaan sehat walafiat dan dalam lindungan Allah SWT. Kenduri Cinta dalam simpul Maiyah bersama Cak Nun semalam tidak menyisakan apa-apa kecuali ilmu tentang kehidupan yang berharga. Nilai keberhargaannya seperti mutiara yang tersimpan diantara keruh pasir dasar laut. Sama seperti Maiyah ini, diantara kebulan asap tembakau yang dibakar (dilihat dari langit) ada semacam secercah cahaya keilmuan yang benar-benar tidak terkontaminasi oleh gas karbon yang berterbangan mengangkasa. Mungkin karena kata-kata yang membahasakan khazanah keilmuan itu terlahir dari hati yang tulus. Bagi kami masyarakat Maiyah, ini merupakan kampus kedua dalam koridor Universitas Kehidupan setelah kampus-kampus kami yang kuliah.

Yang pertama, Manusia Nilai. Yakni dia yang tidak pernah mempermasalahkan soal penghidupan. Manusia nilai menjalani hidupnya penuh suka cita. Tanpa pengharapan yang membuatnya terlantung-lantung. Berbuat semaksimalnya tanpa ingin mengetahui seberapa banyak orang yang menghargainya. Seberapa banyak ganjaran yang akan ia dapatkan. Hidupnya hanya khidmat. Melayani siapa saja yang diberi Allah hak menginjakkan kakinya di bumi ini. Maka pendapat Cak Nun, hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan, agama, kesehatan dan budaya adalah hal yang tidak bisa dimasukkan dalam daftar kapitalisasi.

Abi Bay (Kyai pondokku semasa nyantri dulu) sering berkata, “Kalau masalah makan saja kamu masih ribut, berarti kamu masih hamba yang amatir”. Kalimat ini selalu kuulang-ulang kepada teman-temanku dulu kala beberapa diantara kami meributkan soal makanan. Maklum, semasa nyantri terlebih sudah kelas akhir. Bisa dikatakan sudah mulai jarang makan dengan porsi yang sesuai dengan standar. Kurang bahkan tidak dapat sama sekali. Tentunya saya sampaikan kalimat ini dengan nada sok marah, tidak benar-benar marah. Mereka sudah paham gaya saya menyampaikan.

Makan hanya soal teknis bagaimana manusia bisa hidup. Selebihnya hidup atau tidak, sakit atau sehatnya Yang Punya kita yang menentukan.

Yang kedua, adalah Manusia Pasar. Kategori ini merupakan manusia yang hidupnya adalah jalan transaksi. Bagaimana ia harus bisa bertransaksi dengan arti menghasilkan profit. Orientasi manusia pasar adalah memperoleh laba dan jangan sampai mengalami kerugian. Dalam hal ini merupakan pedagang atau pengusaha (bussinessman).

Lalu, yang terakhir adalah Manusia Istana. Bisa diartikan sebagai Raja, Presiden, bahkan Pimpinan Pondok. Ranahnya manusia istana adalah seputar pangkat dan jabatan. Aparatur negara dan pegawai kantoran juga termasuk manusia istana. Ambisinya ialah pangkat dan jabatan itu sendiri. Segala macam cara akan dilakukan dan segala bentuk pengorbanan akan dilancarkan demi meraih jabatan tersebut. Di dunia ini dari dahulu hingga saat ini manusia istana selalu menjadi pemegang kendali atas sebuah peradaban. Sebagaimana kisah yang pernah kita dengar tentang seorang ilmuwan yang diasingkan oleh pemerintah dan pastur. Lantaran tidak sesuai dan bertentangan dengan hukum yang diberlakukan di gerejanya. Belum lagi di negeri kita pada zaman orde baru dimana saat itu buku karya Pramoedya Ananta Toer dianggap sebagai buku kiri. Sehingga dilakukan razia penyitaan. Walaupun pada prakteknya, yangt menyokong terbentuknya sebuah peradaban adalah bagaimana guru tidak hanya melaksanakan praktek pedagogi. Melainkan juga andragogi (kaitannya dengan pencarian dan penemuan ilmu pengetahuan).

Bila kita berkaca pada Rasulullah SAW. tentu sudah barang pasti beliau merupakan suri tauladan yang baik. Karena apa yang melekat pada diri beliau, semuanya adalah tentang kebaikan. Beliau telah melewati kategori manusia yang disebutkan diatas. Manusia Nilai, dengan tanda diberi gelar al-Amin. Kemudian Manusia Pasar, dengan sejarah yang mencatat bahwa beliau menikahi wanita saudagar karena dipertemukan berkat kepiawaian beliau dalam berdagang. Lalu yang terakhir Manusia Istana, dimana kemampuan beliau memimpin dan menyatukan beberapa kaum, memimpin perang, dsb. Namun diantara poin kedua dan ketiga kategori manusia diatas. Rasulullah SAW. sama sekali tidak tergoda berambisi menjadi kaya raya saat diberi kesempatan menjadi manusia pasar. Apalagi ketika menjadi manusia istana. Tidak serta-merta beliau ingin menguasai kaum muslimin.

Tentu kesemua teladan diatas hanya kita dapatkan dari petikan hikmah atas hikayat hidup beliau. Tidak pernah kita bertatap muka bertemu wajah dengannya. Namun, kendati demikian kita tetap mengidolakan dan menjadikannya suri tauladan bagi hidup kita. Tapi, sekarang bagaimana kalau ke-tauladan-an itu ada pada guru kita. Yang kesehariannya bisa kita lihat. Tentu sebagai murid kita merasas tersentuh dan benar-benar melihat bagaimana pahlawan (suri tauladan) itu hidup.

Tidak perlu jauh, saya ambil misal guru saya, sekaligus murabbi ruuh dan orang tua. Yakni Abi Bay yang saya sebutkan diawal. Beliau pernah bercerita kepada saya tentang mimpinya saat masih berumur seperti saya. Bercita-cita menjadi seorang Kyai yang memiliki dan memimpin pesantren. Lalu, mendirikan pesantren kelautan. Demi menjaga nilai-nilai keislaman dan suasana pe-santri-an bagi masyarakat pesisir pantai. Dari sini saya bisa lihat beliau memang merupakan manusia nilai. Cita-citanya tulus dan benar-benar diperjuangkan hingga saat ini. Kemudian saat beliau pertama kali bergabung dengan pesantren Daarul ‘Uluum Lido dan diamanatkan mengelola usaha pesantren. Alhamdulillah dengan izin Allah, keuangan pesantren bertumbuh pesat dengan omset ratusan juta perbulan. Menandakan bahwa beliau memiliki bakat manusia pasar. Namun tidak pernah jiwanya berambisi ingin menjadi kaya. Malah saat ini saya lihat beliau tetap berjiwa sederhana. Terlepas dari mobil, motor dan rumah yang dimilikinya. Beliau tidak pernah peduli apakah suatu saat akan diambil oleh Allah atau bahkan digantikan yang lebih baik. Yang terakhir, empat tahun terakhir ini beliau diamanahkan menjadi pimpinan pesantren kami. Hal yang dahulu pernah dicita-citakannya. Satu hal yang membuat saya berpikir bahwa beliau memiliki bakat manusia istana namun tidak mengistana adalah dari perkataan yang beliau sampaikan saat rapat umum guru-guru pesantren, “Kalau memang guru-guru di tahfizh yang pada resign disebabkan karena saya. Saya siap turun dari memimpin pesantren ini.” Kata-kata inilah yang membuat saya kala itu bergetar melihat ketulusan hati beliau.

Dihari ulang tahunnya ini saya selaku penulis mengucapkan doa. Selamat ulang tahun Abi yang ke-39. Semoga dilimpahi keberkahan selalu di sisa umurnya. Dilancarkan rejekinya. Di-sholeh/ah-kan keturunannnya. Saya berterimakasih sangat dalam karena masih menerima saya di pesantren ini. Pesantren Tahfizh Al-Qur’an Daarul ‘Uluum Lido. Benar-benar membekas dihati kami.

تحرك! فإن فى الحركة بركة

Sumber:
1. https://www.caknun.com/2019/manusia-yang-mana-kamu/
2. Terbuka, Universitas. 2010. Pendidikan Orang Dewasa. Tangerang: Toko Buku Karunika

والله أعلم بالصواب

Article by: Rahmat

Related Articles

Leave a Reply

Back to top button

Adblock Detected

Mohon nonaktifkan Adblock Anda!